Pages

Senin, 03 Desember 2012

Ketika Pemimpin Bermusik


imageMusik milik siapa saja. Walhasil musik pada akhirnya menjadi pilihan untuk lebih merekatkan jalinan silaturahmi antara pemimpin dengan rakyatnya. Jika sudah begini, maka tak syak lagi musik pun bisa berubah konotasi menjadi salah satu piranti politis yang mustajab.

Belakangan ini banyak pemimpin dan pejabat yang masuk ke bilik rekaman dan merilis album musik. Bukan hanya di negeri tercinta ini, tapi di belahan dunia lainnya. Gejala apakah ini?

Seluruh dunia terhenyak ketika Presiden AS Barack Obama tampil bernyanyi. Obama melantunkan lagu bernuansa blues “Sweet Home Chicago” bersama Mick Jagger serta sederet pemusik blues legendaris seperti Buddy Guy hingga B.B. King yang ditonton sekitar 5,2 juta pemirsa di 
YouTube.

Majalah 
Billboard mencatat, setidaknya ada 5 Presiden AS yang dianggap memiliki talenta musikal yaitu Thomas Jefferson (1801 -1809) yang terampil menggesek biola dan cello. Lalu Dwight Eisenhower (1953-1961) yang pernah merilis album The President’s Favorite Music : Dwight D Eisenhower di tahun 1956.

Presiden Richard M. Nixon (1969-1974) mampu bermain piano dan akordeon. Bahkan Nixon menulis komposisi concerto "Richard Nixon Piano Concerto # 1” dan dimainkannya di depan publik pada tahun 1963. Nixon pun mengiringi penyanyi Pearl Bailey dengan permainan pianonya di Gedung Putih. Serta Presiden Bill Clinton (1993-2001) yang memperlihatkan kemampuan meniup saxophones.

Ketika presiden SBY meluncurkan album bernuansa romansa bertajuk 
Rinduku Padamu yang juga menyertakan sederet artis musik Indonesia seperti Ebiet G. Ade, Kerispatih, Dhea Mirela dan sebagainya, maka respon seperti yang saya paparkan sebagai pembuka tulisan merebak lagi.

Ada yang menyebut, album tersebut ingin mengangkat popularitas SBY yang terjungkal lantaran didera problematika panjang negeri ini mulai dari konflik politis hingga bencana alam. Tapi hebatnya, hingga kini Presiden SBY telah merilis sebanyak 4 album solo. Luar biasa! Rasanya prestasi ini belum ada yang menandingi di seluruh dunia.

Yang jelas, banyak target yang ingin digapai dengan merilis sebuah album musik. Kita mungkin masih ingat pada paruh dasawarsa 60-an Presiden Sukarno juga ikut aktif terlibat dalam rilis album bertajuk "Mari Bersuka Ria dengan Irama Lenso" (Irama Records 1965) yang melibatkan artis kesohor saat itu seperti Bing Slamet, Lilis Surjani, Nien Lesmana, Rita Zahara dan Jack Lesmana.

Saat itu bersama pemusik-pemusik yang sering diundang ke Istana, Bung Karno meracik sebuah ragam musik yang berkarakter Indonesia yaitu Irama Lenso untuk menangkal 
British Invasion yang sering disumpahserapahkan sebagai budaya kapitalis atau musik ngak ngik ngok. Di album ini Bung Karno pun ikut menggubah lagu.

Memang, tak semua kepala Negara mampu bermain musik, menyanyi sekaligus menggubah lagu. Selain Bung Karno, tercatat pula Raja Thailand Bhumibol Adulyadej sebagai sosok raja yang menguasai ilmu musik. Dia menulis sederet komposisi jazz dan musik tradisional Thailand. Bhumibol bahkan pernah berjam session dengan pemusik jazz legendaris seperti Benny Goodman, Jack Teagarden dan Lionel Hampton.

Dalam masa konfrontasi dengan Malaysia, Bung Karno melalui siaran RRI pernah memainkan lagu "Terang Boelan" untuk menyindir lawan politiknya Tengku Abdul Rachman. "Terang Bulan" sendiri adalah lagu kebangsaan Malaysia yang dihibahkan Bung Karno ke Malaysia pada dekade '50-an. Lagu "Terang Boelan" yang sebetulnya juga merupakan jiplakan atas lagu Prancis itu kemudian menjadi lagu kebangsaan Malaysia dengan judul "Negaraku."

Ketika SBY merilis album 
Rindu Padamu, ada pula yang menyebut ini merupakan perhatian seorang presiden terhadap seni musik tanah air. Apalagi belakangan ini, negeri jiran Malaysia banyak mengklaim lagu rakyat Indonesia sebagai khazanah musik Malaysia.
Tapi apapun maksud dan tujuan para pejabat merilis album dan bernyanyi, hal ini sebetulnya bukanlah hal yang baru. Daftarnya pun lumayan berderet.

Ada Jenderal Wiranto yang merilis album 
Untukmu Indonesiaku pada tahun 2000 yang menyanyikan lagu-lagu pop seperti "Tak Ingin Sendiri" karya Pance Pondaag serta beberapa lagu bernuansa patriotik dengan kemasan musik keroncong.

Amien Rais pun pernah merilis sebuah album bertajuk 
Campursari Reformasi (2004) antara lain menyanyikan empat gubahan dari Ki Narto Sabdo. Album ini beredar memang pada saat tengah berlangsung musim kampanye Pemilihan Presiden RI. Jadi memang sangat sulit untuk melepaskan atmosfer penggarapan album ini diluar sebagai atribut kampanye politik.

0 komentar:

Posting Komentar